Ini tugas bahasa Indonesia punya gua. Guru bahasa gua mau kelas gua dan kelas-kelas yang lain nyari novel. Katanya satu kelas minimal ada 5 novel roman. Akhirnya gua dan temen-temen gua nyari novel di Pasar Senen. Entah kenapa gua tertarik sama novel Belenggu ini. Ternyata novel yang kita bawa, kita analisa unsur intrinsik dan ekstrinsiknya. Dan ini hasil analisa punya gua. Maaf kalo jauh dari kata sempurna :)
A.
Pendahuluan
1.
Judul :
Belenggu
2.
Penulis : Armijn Pane
3.
Sinopsis :
Dia tertiarap dilantai, kedua belah tangannya bersila
menutupi matanya. Badannya tersentak-sentak karena menangis tertahan-tahan.
Kartono melutut, hendak mengangkat badan Yah. Yah menolak “Biarkan dahulu.”
“Air matanya yang membendung hati ku telah mengalir …
tidak kah ka ingat dengan Rohayah?”
Kartono bangun berdiri karena herannya : “Rohayah,
Rohayah!” katanya berulang-ulang seolah-olah menghafalkan nama Negeri, hendak
mengingatkan barang apa yang sudah dipelajarinya tentang Negeri itu.
“Engkaulah Rohaya? Rohayah kawanku dahulu?”
Rohayah tersenyum : “Bukan, kawanmu sekarang.” Katanya
pula sungguh-sungguh : “Percayalah engkau aku Rohayah? Dahulu aku menyebut
diriku Nyonya Eni, engkau percaya. Mengapakah aku tidak mungkin ROhayah? Apakah
perlunya engkau ketahui siapa aku sebenarnya? Apakah nama?”
Kartono tersenyumpula: “karena lagu lama timbul lagi,
lakon lama tersambung … ah, engkau rupanya selalu dalam hatiku …”
“Tertimbun
oleh ingatan akan gadis-gadis yang ribuan banyaknya”
Kartono
tiada peduli akan olok-olok itu, dia terus juga: “..terus pendam dalam
perbendaharaan hatiku tersimpan baik-baik..”
“yaitu sepenggal nama saja...”
“tiada
ku ketahui, timbul juga namamu dengan tiada kuketahui, karena bayang-bayangan
ingatan yang tergambar pada air mukamu”
“Tono,
tapi bayang-bayang saja, tetapi tahu tidak”
“Tahu,
tahu Yah, perasaanku tiada salah, pikiranku tiada tahu, tapi perasaanku merasa”
“Tapi
kalau tiada ku katakan”
“Engkau
aku tiada tahu”
“Engkau
tiada tahu aku Rohayah”
B.
Isi
1.
Unsur
Intrinsik
a.
Tema
Novel
ini berisi tentang kisah manusia biasa. Lebih dominan menceritakan cinta
segitiga antara Sukartono, Sumartini dan Rohayah.
b.
Amanat
Novel
ini mengajarkan kita untuk saling berbaggi dan tolong menolong dengan sesama.
Banyak kritikan tentang sosial yang tajam dan bisa menjadi sebuah pembelajaran
bagi generasi muda.
c.
Alur
Alurnya
campuran. Sebegai contoh pada saaat Kartono berada dikamar Rohayah, di situ
Kartono mencoba mengingat kembali masa-masa dia bersama Yah waktu dulu. Dan
setelah itu Kartono dan Yah semakin dekat, Kartono sering mengunjungi Yah.
d.
Latar
1.
Latar tempat : di Rumah Sakit, Kamar yah, Bandung dan Tanjung Priok
2.
Latar waktu : Pagi, siang dan malam hari
e.
Sudut
pandang
Sudut
pandang pada novel Belenggu, Armijn Pane tidak menceritakan tentang dirinya,
melainkan dia menceritakan orang lain. Dengan kata lain, pengarang sebagai
orang ketiga.
f.
Tokoh
a. Sukartono : Baik, sangat mencintai pekerjaannya, penyayang, dan sabar
b. Sumartini : Modern, mandiri, dan memiliki ego yang tinggi
c. Rohayah : Lemah lembut, dan Penuh perhatian
g.
Bahasa : Bermajas
dan berdiksi
1.
Majas
· Personifikasi
“Yah, tiada gelap, tiada
tersembunyi, ialah pemandangan luas, disinari matahari, pemandangan lepas,
tiada teralang oleh barang sesuatu juga. Tini gelap, pintu jiwanya tertutup,
dikuncinya, kesimpulan pikiran yang hidup tersembunyi dalam dirinya. Tini
gunung berapi yang banyak tingkah.”
·
Metafora
“Ah,
engaku seperti anak yang merenyeh-renyeh”
·
Hiperbola
“Engkau
menempuh jalan kesenangan, aku menempuh jalan berduri, melukai seluruh jiwaku”
2.
Diksi
· Makan
angin : Jalan-jalan
· Air
muka : raut wajah
· Lagu
lama :
kenangan
· Kerasan :
merasa senang disuatu tempat
2.
Unsur
Ekstrinsik
a.
Adat :
Jika
suami pulang kerja, hendaknya istri menyambutnya, mempersilakan duduk,
menganggalkan sepatunya.
b.
Etika :
Kartono, seorang dokter yang selalu
ramah kepada setiap pasiennya.
C.
Komentar / Pertimbangan
1.
Baik
Novel ini mengajarkan kita
untuk rela berbagi dan berkorban untuk orang lain. Dan yang membuat menarik
dari novel ini adalah permainan perasaan pengarangnya. Dan novel ini adalah
peralihan bahasa Melayu modern ke bahasa Indonesia.
2.
Buruk
Novel Belenggu adalah
imitasi dari roman barat, karena banyak menggunakan bahasa Melayu dan bahasa
Belanda. Bagi yang sudah biasa dengan bentuk buku roman barat modern pasti
mengerti maksud dari pengarang. Tetapi bagaimana mereka yang tidak mengerti
bahasa belanda, mereka kesulitan untuk memahami jalan cerita.
D.
Penutup
Meskipun tidak sedikit
pembaca yang kesulitan memahami bahasa yang digunakan, tetapi novel ini tetap
dinikmati dan penuh dengan muatan pesan yang dapat direnungkan dan
diterjemahkan lebih dalam. Permasalahan dalam cerita juga tidak terlalu rumit,
karena cerita diambil dari kisah kehidupan manusia biasa. Jadi buku ini dapat
dibaca oleh para remaja dan orang dewasa yang ingin mengisi waktu senggangnya.
”Lupakanlah, matikanlah angan-angan.
Lepaskanlah belenggu ini. Buat apa bergantung pada zaman dahulu”.Coba
angan-angankan, jiwa digantung! Mari tuan-tuan, nyonya-nyonya, disini ada jiwa
digantung!”
”Haru biru yang selama ini
dalam hatinya sudah hilang sama sekali. Belenggu yang sebagai mengikat
semangatnya sudah terlepas. Di hadapan mata semangatnya dengan terang memanjang
jalan yang akan ditempuhnya.”